|

Semenanjung Malaysia berkembang sebagai pusat perdagangan utama di Asia Tenggara, karena berkembangnya perdagangan antara China dan India dan negara lainnya melalui Selat Malaka yang sibuk. Ptolemy menunjukkan pada petanya dengan label yang menterjemahkan ‘Golden Chersonese’, dengan Selat Malaka sebagai "Sinus Sabaricus".
Kerajaan Melayu yang paling awal tercatat dalam sejarah tumbuh dari kota-pelabuhan tepi pantai yang dibuat pada abad 10. Di dalamnya termasuk Langkasuka dan Lembah Bujang di Kedah, dan juga Beruas dan Gangga Negara di Perak dan Pan Pan di Kelantan. Diperkirakan semuanya adalah kerajaan Hindu atau Buddha. Islam tiba pada abad ke-14 di Terengganu.
Awal abad ke-15, Kesultanan Malaka didirikan oleh dinasti yang dimulai oleh Parameswara dari Palembang. Dengan Melaka sebagai ibu kota, kesultanan ini mengontrol wilayah yang sekarang ini Semenanjung Malaysia, selatan Thailand (Pattani, dan pantai timur Sumatra. Kerajaan ini berlangsung selama lebih dari satu abad, dan dalam periode tersebut menyebarkan Islam ke seluruh Kepulauan Melayu. Melaka sebagai pelabuhan perdagangan penting yang terletak hampir di tengah-tengah rute perdagangan China dan India.
Portugal membuat Malaka menjadi koloni pada tahun 1511 dengan kekuatan militer, dan mengakhiri Kesultanan Malaka. Tetapi, Sultan terakhir melarikan diri ke Kampar di Sumatra dan meninggal di sana. Salah satu anaknya pergi ke bagian utara Semenanjung Malaysia dan mendirikan Kesultanan Perak, dan anak lainnya pergi ke selatan semenanjung dan membuat ibu kotanya di sana yang menjadi Kesultanan Johor.
Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kesultanan Malaka tua, tapi sekarang dikenal dengan nama Kesultanan Johor, yang masih ada sampai sekarang. Setelah jatuhnya Melaka, tiga negara berebut untuk mengambil kontrol Selat Malaka: Portugis (di Malaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh; dan peperangan berakhir pada 1641, ketika Belanda (bersekutu dengan Kesultanan Johor) mengambil alih Malaka. Britania Raya mengambil alih Malaka pada 1824, ketika sebuah perjanjian ditandatangani oleh Belanda, di mana Belanda mengambil alih Hindia Timur Belanda yang sekarang menjadi Indonesia.
Koloni mahkota Britania Raya, Strait Settlement (Negeri-Negeri Selat) didirikan pada 1826, dan Britania Raya secara bertahap memningkatkan daerah kekuasaannya ke seluruh semenanjung. Pemukiman selat terdiri dari tiga pelabuhan, yaitu Singapura, Pulau Pinang, dan Melaka. Pulau Pinang didirikan pada 1786 oleh Kapten Francis Light sebagai pos komersial dianugerahkan oleh Sultan Kedah. Melaka jatuh dalam kekuasaan Britania Raya setelah Perjanjian Britania-Belanda 1824; dan dua tahun kemudian negeri-negeri selat didirikan. Negeri-negeri ini diatur oleh British East India Company berkedudukan di Kalkuta sampai 1867 ketika administrasi ditransfer ke kantor kolonial di London.
Juga pada sekitar saat ini banyak negara bagian Melayu memutuskan untuk mendapatkan pertolongan Britania Raya dalam menyelesaikan konflik internal. Kurang dari sepuluh tahun setelah pergerakan transfer selesai, beberapa negara bagian Melayu di pantai barat menjadi di bawah pengaruh Britania Raya.
Peran pedagang di negeri-negeri selat melihat intervensi pemerintah Britania Raya dalam masalah negara bagian penghasil timah di Semenanjung Malaysia. Ditambah dengan gangguan Kelompok Rahasia Tionghoa dan perang bersaudara, diplomasi kapal perang Britania Raya dijalankan untuk membawa penyelesaian damai yang memberikan untuk kepada pedagang negeri-negeri selat. Akhirnya, Perjanjian Pangkor 1874 memberikan jalan bagi perluasan Britania Raya; dan pada abad ke-20 negara bagian Pahang, Selangor, Perak, dan Negeri Sembilan, semuanya dikenal dengan Negeri Melayu Bersatu, di bawah pemerintahan penduduk Britania Raya yang ditugaskan untuk memberi nasihat kepada Sultan.
Negara-negara bagian ini dikenal dengan Negeri Melayu Bersatu (Federated Malay States) dan, tidak secara langsung di bawah kuasa London, tapi memiliki penasihat orang Britania Raya dalam pengadilan Sultan. Empat negara bagian utara Perlis, Kedah, Kelantan, dan Terengganu sebelumnya berada di bawah kuasa Thailand. Borneo Utara Britania Raya (sekarang Sabah) adalah koloni Britania Raya di bawah kepemimpinan Kesultanan Sulu, dan wilayah Sarawak adalah tanah pribadi keluarga Brooke.
Menyusulnya pendudukan Jepang selama Perang Dunia II, dukungan massa untuk merdeka bertumbuh, diikuti dengan gangguan komunis. Rencana Britania Raya setelah perang untuk membentuk "Malayan Union" (Persatuan Malaya) dikacaukan oleh oposisi Melayu yang kuat yang menginginkan sistem Melayu yang layak, dan menginginkan hanya satu kewarganegaraan, bukan dwikewarganegaraan, yang dapat memberikan komunitas imigran yang dapat mengklaim kewarganegaraan Malaya dan negara asal mereka. Kemerdekaan dicapai pada 31 Agustus 1957 dengan nama Federasi Malaya. Singapura masih berada di bawah kekuasaan Britania Raya pada saat ini karena letaknya yang stategis.
Federasi baru di bawah nama Malaysia dibentuk pada 16 September 1963 melalui penggabungan Federasi Malaya dengan koloni-koloni Britania Raya lainnya, yaitu Singapura, Borneo Utara (kemudian dinamakan Sabah), dan Sarawak, dua koloni terakhir berada di pulau Borneo. Kesultanan Brunei, meskipun pada awalnya menginginkan untuk bergabung dengan Malaysia, namun menarik dirinya karena oposisi dari bagian tertentu dalam populasinya dan perdebatan tentang pembayaran royalti minyak bumi.
Awal kemerdekaan Malaysia dikacaukan oleh usaha Indonesia untuk mengontrol Malaysia dalam Konfrontasi oleh Soekarno dalam trikora, keluarnya Singapura dari Malaysia pada tahun 1965, dan konflik rasial pada tahun 1969. Filipina juga membuat klaim aktif atas Sabah yang berdasarkan Kesultanan Brunei memberikan wilayah timur-lautnya ke Kesultanan Sulu pada 1704. Klaim Filipina masih berlanjut sampai saat ini.
Setelah kerusuhan etnis pada 13 Mei 1969, kontroversi Kebijakan Ekonomi Baru - menginginkan untuk meningkatkan bagian ekonomi yang dimiliki lokal ditentang oleh grup etnik lain - dikeluarkan oleh Perdana Menteri Tun Abdul Razak. Malaysia dari situ menjaga keseimbangan politik-etnis yang lunak, dan mengembangkan peraturan yang unik menggabungkan pertumbuhan ekonomi dan aturan politik yang menguntungkan bumiputera (sebuah grup yang terdiri dari etnik Melayu dan kaum pribumi) dan warganegara Malaysia yang menganut agama Islam.
Antara 1980-an hingga awal 1990-an, Malaysia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat di bawah pimpinan Dr. Mahathir bin Mohammad, perdana menteri keempat Malaysia. Dalam periode ini terjadi peralihan dari ekonomi berdasarkan agrikultur menjadi produksi dan industri dalam bidang komputer dan elektronik konsumen.
Pada akhir 1990-an, Malaysia diguncang krisis finansial Asia. Oposisi ke beberapa aspek dalam sistem yang ada membawa jatuh pemerintah. Oposisi dari sosialis dan reformis sampai partai yang mengadvokasikan pembentukan negara Islam.
Pada 2003, Dr. Mahathir, perdana menteri yang menjabat terlama di Malaysia, mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan kepada deputinya, Abdullah Ahmad Badawi. Pemerintahan baru mengadvokasikan pandangan moderat negara Islam yang didefinisikan oleh Islam Hadhari.

0 komentar: