Pakta Pertahanan Indonesia-Malaysia Telah Lama Beroperasi

|

F Djoko Poerwoko
Kita terus disibukkan oleh masalah Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang telah ditandatangani di Bali, 27 Maret 2007, antara Indonesia dan Singapura. Meski belum beroperasi karena masih menunggu peraturan pelaksanaan (implementation agreement) yang sedang digodok, suara pro dan kontra masih terus berlangsung.
Perjanjian Kerja Sama Pertahanan atau DCA yang jauh dari pengertian operasi militer ini selalu dikaitkan dengan permasalahan kedaulatan dan harga diri bangsa. Sementara itu, soal pertahanan (udara) antara Indonesia dan Malaysia yang telah beroperasi puluhan tahun yang lalu dengan sandi Operasi Pertahanan Udara Terkoordinasi—yang lebih dikenal dengan sebutan Operasi Hanud Terkoordinasi Malindo—berlangsung aman-aman saja.
Dalam operasi yang berlangsung sepanjang tahun ini, masing-masing pihak menempatkan seorang perwira menengah (pamen) dan seorang bintara secara timbal balik. Personel yang disebut sebagai liaison officer ini akan berada di dalam kabin dan bertugas sebagai pengendali operasi pertahanan udara.
Dengan demikian, seorang pamen TNI AU ditempatkan di kabin radar hanud Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) di SOC-I/Butterwort, demikian juga pamen TUDM berada di Kosek-III/Medan sebagai salah satu operator radar kita.
Penempatan operator militer asing (TUDM) dalam subsistem pertahanan udara kita bukan serta-merta tanpa kajian. Diawali saat digelar latihan bersama (latma) Elang Malindo I/75 di Butterwort, Malaysia, dan dilanjutkan saat latma Elang Malindo II/77 di Madiun, Indonesia, kajian dan aplikasi terus dikembangkan.
Latma disepakati akan selalu dilanjutkan setiap dua tahun sekali dengan tempat bergantian hingga didapat konsep awal prosedur tetap Malindo. Salah satu prosedur tersebut adalah operasi hanud yang diwujudkan dengan operasi hanud di daerah sepadan (perbatasan) antara Malaysia dan Indonesia, yaitu ruang udara di Selat Malaka.
Menyikapi konsep operasi hanud terkoordinasi ini, organisasi Kohanudnas sebagai otoritas tunggal penegak kedaulatan di udara dikembangkan dengan dibentuknya Komando Sektor Pertahanan Udara-III (Kosek - III/Medan) sebagai counter part SOC-I/Butterwort TUDM.
Pernah tidak mesra
Hubungan antara Malaysia (dulu bernama Malaya, merdeka dari Inggris tanggal 31 Agustus 1957) dan Indonesia tidak selalu mesra. Puncaknya saat Inggris berencana melebur negeri Semenanjung Malaya dengan Brunei, Sarawak, Sabah, dan Singapura dalam Federasi Malaysia. Rencana pembentukan Malaysia ini diterjemahkan Indonesia sebagai konsep imperialis dan untuk itu harus dibubarkan.
Awal tahun 1963, Indonesia mengambil sikap terbuka menolak kelahiran Malaysia dan pertengahan April tahun yang sama sukarelawan Indonesia mulai disusupkan masuk ke Serawak dan Sabah untuk propaganda dan sabotase.
Niat nyata Indonesia juga dikumandangkan Presiden RI Bung Karno dengan mengeluarkan maklumat yang dikenal dengan Dwikora pada tanggal 27 Juli 1963.
Meskipun akhirnya Federasi Malaysia jadi dibentuk pada tanggal 16 September 1963, Brunei tidak jadi bergabung dan Singapura keluar setelah dua tahun bergabung (9 Agustus 1965). Terbentuknya Malaysia membuat Indonesia meningkatkan tekanan militernya, tercatat mulai tahun 1964 infiltrasi ditingkatkan dan perang perbatasan di Kalimantan berkobar.
Keterlibatan militer Indonesia mulai terlihat Agustus 1964 saat pasukan para diterjunkan di Johor disusul 2 September diterjunkan di Labis dan 29 Oktober mendarat di Pontian. Semuanya di semenanjung. Sebagai imbangan, Malaysia meminta pasukan Australia untuk ditempatkan di Kalimantan Utara awal tahun 1965 menjadikan jumlah pasukan Persemakmuran meningkat menjadi 14.000 orang.
Akhiri konflik
Fakta sejarah mencatat sejak 28 Mei 1966 antara Indonesia dan Malaysia sepakat mengakhiri konflik, bahkan kedua negara ini nantinya menjadi inspirator terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967.
Hubungan mesra antara Indonesia dan Malaysia juga diwujudkan dengan pengiriman personel secara timbal balik serta latihan bersama bidang militer yang diawali latma Elang Malindo pada tahun 1975, diikuti matra laut dalam latma Malindo Jaya dan matra darat dalam Kekar Malindo.
Bukan hanya itu saja. Antarketiga matra juga digelar latihan dengan sandi Latgabma Darsasa Malindo yang bermakna Latihan Gabungan Bersama Darat, Samudra, dan Angkasa antara Malaysia dan Indonesia. Format latihan ini tidak pernah dilakukan Indonesia dengan negara lain.
Yang nyata adalah dalam keseharian antara TNI AU dan TUDM telah melakukan operasi bersama di ruang udara Selat Malaka. Mereka saling mengirimkan data operasi berupa cross telling. Apabila perlu, melakukan handling over atau mempersilakan pesawat tempurnya melakukan hot pursuit jika ada ancaman nyata.
Jika kita telaah, bukankah Operasi Hanud Terkoordinasi ini merupakan salah satu format pakta pertahanan yang hingga kini tetap berlangsung dan sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak serta tidak diributkan.
Kasus Sipadan-Ligitan dan Ambalat yang sempat mencuat dapat diselesaikan dengan semangat ASEAN antarnegara serumpun ini.
"Selamat pesta emas Pak Cik…!" karena tanggal 31 Agustus ini Malaysia genap berusia 50 tahun dan seharusnya kita tambah mesra dengan negara tetangga.
F Djoko Poerwoko Pemerhati Militer

0 komentar: